Depok | mediaantikorupsi.com – Pada sidang dengan No perkara 71 maupun 74, diminta untuk mendatangi lurah Meruyung sudah di ganti
Hakim menyarankan agar warga yang melakukan gugatan terhadap warga Meruyung agar mendatangi Lurah Meruyung yang Baru saja dilantik, karena lurah Meruyung yang lama sudah diganti oleh Walikota Depok.
Ditempat terpisah Ahli Hukum Perselisihan Pertanahan Dr (c). Endit Kuncahyono, MH yang dimintakan pendapat hukumnya terkait ada saran masukan majelis hakim dalam sidang pembuktian hari Selasa 23 Mei 2023 di PN Depok angkat bicara ” Semakin menarik persidangan yang substansinya menguji dalil Kegagalan Pelayanan Pertanahan Kelurahan Meruyung, bukan dalil Perdata Kepemilikan Hak atas tanah yang dijadikan atau dirumuskan sebagai gugatan class action atau dikenal sebagai gugatan kelompok oleh warga Blok Tengki Meruyung Depok.
Kesadaran hukum masyarakat semula Penghuni Tanpa Hak (PTH) yang terbina dan diajukan sebagai (bahkan) bentuknya pun format gugatan sederhana Perbuatan Melawan Hukum adalah bentuk nyata konsistensi itikad baik masyarakat sebagai upaya koreksi dan pembenahan kewajiban pelayanan Lurah dalam pemberian riwayat tanah berdasar Buku Tanah Desa. Pesannya pun sederhana “Hanya minta bantu keterangan status tanah bukan minta legalisasi hak atas tanah oleh Lurah”
Kontras dan anomali pelayanan, Pejabat Lurah yang di gugat tidak hanya menolak pelayanan publik tapi berlanjut bahkan diminta “paksa lewat gugatan” pertanggungjawaban jabatan “Kegagalan Pelayanan” di Peradilan pun selalu mangkir sidang, alasan pun unik sudah masuk masa pensiun.
Kasuistis melihat Saran terobosan Majelis hakim yang bersifat restoratif dan transitional justice tersebut harus dilihat dari tiga aspek tujuan hukum:
Dilematis buat kenyamanan pertimbangan hakim (rasio decendendi) Majelis hakim apabila pertama demi kepastian hukum menghukum Lurah yang masuk pensiun secara in absentia atau tanpa kehadiran tergugat walaupun dapat dibuktikan adanya kesalahan yang menimbulkan kerugian, apalagi perbuatan kesalahan dilakukan oleh orang tertentu yang punya jabatan, patutnya lebih diperberat sanksi hukumannya karena berlapis delik jabatan.
Kedua, demi keadilan hukum hakim pun secara bijaksana lewat persidangan menyatakan bahwa Tergugat pun seharusnya atau sepatutnya lebih dulu komunikasi dengan Lurah Baru minimal saat serah terima jabatan meminta solusi Lurah baru bagian pertanggungjawaban jabatan perihal keadaan pengecualian “kondisi sulit/hardness yang dialami Lurah Meruyung sehingga tidak bisa memberikan pelayanan”
dan ketiga, demi kemanfaatan hukum adalah penertiban hukum dan administrasi Pertanahan melalui putusan hakim menjadi preseden baik atau “obat paten” anti mafia tanah dan menjadi pedoman operasional buat scale up peningkatan pelayanan Pertanahan yang akuntabilitas dan sederhana atau melepas stempel ” Hot spot sengketa-konflik” untuk keabsahan legalisasi hak atas tanah oleh BPN Depok.
Sambung Dr(c) Endit Kuncahyono, M.H,t erlepas apa nanti pilihan hukum Hakim, kita bersama mengenal kaidah hukum baru:”tiada kesalahan, tiada pertanggungjawaban” atau istilah lain “no mistake, no accountability”. Kurang pas kalau Penggugat Warga Yang Baru Bertahap Sadar dan Mengerti Hukum dibingungkan pertanyaan legal standing membedakan kepada siapa gugatan ditujukan: ” Apakah terhadap kedudukan hukum pribadi Yuyun Purwana atau terhadap Jabatan Lurah Meruyung? “. Kita tunggu kearifan putusan majelis Hakim sebagai penutup penjelasannya. (Ndi)