Kuningan | mediaantikorupsi.com – Dugaan Kasus peredaran bisnis buku di sekolah yang mulai merajalela menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap siswa dan lingkungan pendidikan. Bisnis buku di sekolah dapat berupa penjualan buku LKS, pelajaran, buku catatan, atau bahkan buku-buku lainnya.
Penomena ini Siswa mungkin merasa tertekan untuk membeli buku-buku yang diduga diarahkan pihak sekolah, sehingga meningkatkan beban biaya pendidikan.
Selain itu Peredaran bisnis buku di sekolah dapat menciptakan ketidaksetaraan antara siswa yang mampu membeli buku dan siswa yang tidak mampu. Yang lebih parah lagi , Praktik bisnis di sekolah dapat mengalihkan fokus mencerdaskan generasi bangsa menjadi fokus pada keuntungan materi.
Pihak lembaga terkait perlu memantau dan mengatur peredaran bisnis buku di sekolah untuk memastikan bahwa praktik bisnis tersebut tidak merugikan siswa.
Pihak Orang tua dan siswa perlu diajak untuk memahami dampak negatif atau positif nya dari peredaran bisnis buku di sekolah dan mencari solusi yang lebih baik.
Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengeluarkan regulasi yang lebih ketat terkait dengan peredaran bisnis di sekolah untuk melindungi hak-hak siswa.
Bismar Ginting, SH.,MH selaku Advokat / Pengacara serta Ketua Umum LBHK-Wartawan yang tinggal di Jawa Barat mengatakan, bahwa berdasarkan pantau beberap anggota Kami dapat disimpulkan hampir semua sekolah jual buku terkhusu LKS, sebagimana laporan anggota Kami di daerah Kabupaten Kuningan, pihak sekolah diduga terlibat jual buku dan seragam bagi Siswa/I, tegasnya.
Ditambahkan Bismar, bila berangkat dari aturan hal jual buku dan seragam oleh pihak sekolah adalah disebut PUNGLI, sebagaimana Aturan larangan jual beli LKS, Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan menyatakan bahwa satuan pendidikan tidak diperbolehkan menjual buku kepada siswa.
Peraturan ini melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku, termasuk LKS.
Guru dan tenaga kependidikan dilarang menjual buku, LKS, seragam, atau perlengkapan lain di lingkungan sekolah.
Konsekuensi pelanggaran:
- Pelanggaran aturan ini bisa berujung pada sanksi hingga pemberhentian tidak hormat bagi guru yang berstatus PNS.
- Siswa berhak membeli LKS di luar sekolah.
- Meski LKS seharusnya gratis, siswa berhak membeli LKS di luar sekolah, seperti di toko buku.
Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan menyatakan, bahwa satuan pendidikan tidak diperkenankan untuk menjual buku kepada siswa. Buku pelajaran, termasuk LKS, seharusnya disediakan oleh sekolah tanpa dipungut biaya.
Lembar Kerja Siswa (LKS) dilarang digunakan di sekolah pada kurikulum baru karena materi ajar dan tugas siswa sudah disiapkan dalam buku panduan pemerintah.
Alasan larangan :
- Larangan penjualan buku LKS oleh sekolah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
- Larangan ini bertujuan untuk memastikan penerapannya di seluruh satuan pendidikan.
- Larangan ini juga bertujuan untuk mengutamakan kesejahteraan siswa.
- Larangan ini juga bertujuan untuk mencegah praktik bisnis yang tidak etis, seperti oknum sekolah atau guru yang menjual buku LKS untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Konsekuensi Pelanggaran
Sekolah yang terbukti melanggar larangan penjualan buku LKS dapat dikenakan sanksi administratif, seperti teguran hingga pencabutan izin operasional.
Untuk itu Kepala Daerah atau Bupati maupun Wali Kota yang ada di Provinsi Jawa Barat harus mengeluarkan surat edaran terkait larangan pihak sekolah menjual buku LKS serta buku lainnya berikut seragam sekolah serta pungli lainnya, bila Kepala Daerah membiarkan hal tersebut maka kuat dugaan Kepala Daerah tersebut terlibat menikmati pungli tersebut maka Kepala Daerah yang demikian sebaikanya kedepan tidak usah dipilih lagi, tegas Bismar.(Adit/Red)



















