Surabaya | mediaantikorupsi.com – Pemanfaatan dan penatausahaan barang milik negara (BMN) berupa satu unit bangunan gedung kantor PPK 4.2 Provinsi Jawa Timur di Kawasan Jampirogo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, disinyalir tidak sesuai mekanisme peraturan perundang undangan.
Bangunan kantor aset Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jatim-Bali yang ditempati Kerja Sama Operasi (KSO) PT. Brantas Abipraya-PT Gala Karya selaku kontraktor pemenang paket multy years contract (MYC) pekerjaan preservasi jalan Kertosono – Jombang – Mojokerto – Gempol sebagai kantor direksi keet itu, disinyalir tidak mengantongi izin prinsip pemanfaatan BMN.
Bahkan kabarnya terdapat transaksi “bawah meja” ongkos sewa gedung yang semestinya jadi pendapatan negara bukan pajak (PNBP), masuk ke kantong pribadi oknum tertentu di lingkup PPK 4.2 Provinsi Jawa Timur.
Pihak BBPJN Jatim – Bali menjelaskan bahwa penggunaan bangunan tersebut adalah fasilitas yang disediakan untuk pelaksanaan kegiatan MYC preservasi jalan Kertosono-Jombang-Mojokerto-Gempol. Pemanfaatan bangunan tersebut tidak dikenakan sewa yang akan menjadi PNBP dari pengelolaan BMN.
“Kalau tidak salah itu tidak disewakan sebab proyeknya di Mojokerto, PPK bisa memfasilitasi,” ujar Kepala Bidang Preservasi I BBPJN Jawa Timur Bali, Sodeli melalui pesan elektronik, Rabu (08/06/2022).
Selanjutnya Sodeli mengatakan bahwa pihaknya memfasilitasi penyedia jasa, yaitu KSO PT. Brantas Abipraya-PT. Galakarya, sesuai dengan kontrak pekerjaan yang dibuat.
“Ada alokasi anggaran untuk perbaikan dalam kontrak pekerjaan, jadi tidak ada sewa,” tandas keterangan tertulis Sodeli.
Hal yang sama juga dikemukakan PPK 4.2 Provinsi Jatim tahun anggaran 2021, Merlan Effendi. Menurut Merlan, biaya sewa atas pemanfaatan gedung kantor itu telah dikompensasikan untuk memperbaiki salah satu aset negara yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab Pengguna Barang serta Kuasa Pengguna Barang di BBPJN Jatim-Bali.
“Setelah lapor ke pimpinan, maka mereka (penyedia jasa, red) sepakat untuk membenahi dan memperbaiki kantor itu dengan dana mereka,” ujar Merlan melalui selular, Rabu (08/06/2022).
Selanjutnya Merlan menerangkan bahwa agar bisa digunakan selama waktu pelaksanaan proyek, pihak penyedia jasa sepakat merehab total bangunan kantor tersebut. Mulai kamar mandi, WC, tempat ibadah dan pembersihan serta perapihan halaman kantor.
“Sistem kompensasi sewa ini juga telah disetujui oleh pimpinan,” tegas Merlan.
Disinggung adanya transaksi “bawah meja” terkait pemanfaatan kantor tersebut Merlan menampik.
“Tak ada itu, kalau ada mana buktinya akan kita proses, sudah ya sudah penjelasannya,” tutup Merlan singkat.
Pernyataan berbeda dilontarkan Kepala Urusan Tata Usaha PPK 4.2 Provinsi Jatim, Rizki Elianto, yang meminta ditemui di pinggir jalan di kawasan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Ia mengatakan bahwa pemanfaatan BMN tersebut tidak melalui PPK 4.2, melainkan langsung ke Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV Provinsi Jawa Timur.
“PPK tidak memiliki peran apapun, karena pendataan asetnya di Satker dan minta izinnya nanti di balai untuk PNBP-nya,” kata Rizki, Rabu (08/06/2022).
Selain itu, ia menambahkan bahwa lahan yang berada di belakang kantor tersebut digunakan oleh penyedia jasa sebagai disposal area yang menyimpan bongkaran material dari pekerjaan yang sedang berlangsung.
“Sebagian lagi disimpan di kantor yang di Mlirip,” pungkas Rizki sambil berdalih terburu-buru harus segera kembali ke kantor.
Selanjutnya Rizki menjelaskan bahwa pemanfaatan aset negara tersebut dimulai sejak September 2021, namun untuk memastikan informasi itu ia menyarankan media ini untuk mengecek langsung ke BBPJN Jawa Timur Bali.
“Kayaknya dimanfaatkan sejak September 2021. Tapi ini mungkin ya, coba nanti dipastikan saja di balai kalau mau lihat data-datanya,” tutur Rizki.
Terpisah, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV Provinsi Jawa Timur Tahun 2021, Nanang Permadi, belum mengonfirmasi dan mengklarifikasi pemanfaatan BMN tersebut.
Berulang kali dihubungi melalui sambungan selularnya, Nanang tidak menjawab. Begitu juga dengan konfirmasi yang disampaikan melalui pesan elektronik Whatsapp, hingga berita ini ditayangkan, Nanang tetap bergeming.
Penggiat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dari Jaringan Masyarakat Mandiri (Jamman), Mohammad Isnaeni menilai, seharusnya pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) itu berpedoman pada Permen PUPR No. 28/PRT/M/2018 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pasalnya, jika langsung difasilitasi tanpa melalui mekanisme dan prosedur pemanfaatan BMN dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pihaknya menilai hal itu kontradiktif dengan amanat Undang-undang Nomor 9 tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Seharusnya, menurut Isnaeni, pelaksanaan kontrak pekerjaan barang/jasa yang didalamnya menetapkan RAB penyediaan kantor lapangan atau basecamp, tidak perlu dicampur adukkan dengan mekanisme dan prosedur pemanfaatan BMN dan PNBP.
Artinya, pemanfaatan BMN yang berimplikasi pada Pendapatan Negara Bukan Pajak, tidak bisa dilakukan bersamaan secara simultan dengan penyerapan biaya yang tertuang dalam kontrak pekerjaan. Sebab, PNBP itu harus tercatat terlebih dahulu pada akun dalam sistem keuangan negara.
“Anggaran dalam kontrak atau RAB dan pemanfaatan BMN adalah dua hal yang berbeda dan terpisah. Kalau penyediaan kantor proyek atau basecamp itu kan bersifat pemenuhan kewajiban dari penyedia jasa. Dan kontrak pekerjaan sendiri itu mengatur hak dan kewajiban para pihak,” terangnya.
“Sedangkan pemanfaatan Barang Milik Negara, prosedurnya ditetapkan melalui aturan yang ditetapkan dan harus memiliki Izin Prinsip setelah membayar sewa yang dicatat dalam akun PNBP,” bebernya kemudian, Sabtu (11/96/2022).
Ia menyayangkan, apabila RAB penyediaan kantor proyek yang menjadi kewajiban penyedia jasa, langsung dikompensasikan menjadi sewa atas pemanfaatan BMN.
Hal ini sangat beralasan, sebab pengelolaan BMN adalah objek penerimaan negara, yaitu PNBP dan itu diatur oleh Undang-undang Nomor 9 tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
“Implikasi dari cara kerja pengelolaan BMN semacam itu sangat rentan terjadi penyimpangan, sebab digunakan langsung tanpa melalui mekanisme APBN. Kemungkinan ini juga tidak akan tercatat di akun PNBP,” tandasnya.
Selain itu, perbaikan kantor yang akan digunakan tersebut harus dihitung dengan benar, sebab menjadi tanggung jawab Pengguna Barang. Bahkan lazimnya dalam pelaksanaan proyek pemerintah, kantor lapangan menjadi urusan dan kewajiban penyedia jasa secara mutlak. Pengguna jasa hanya bisa mengintervensi apabila kantor tersebut tidak disediakan oleh pelaksana proyek. Dengan kata lain, penyedia jasa tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam kontrak pekerjaan.
“Ini kan bisa diajukan tersendiri oleh Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang dan bukan memanfaatkan biaya penyediaan kantor lapangan yang ada dalam kontrak. Sebab, transparansi dan akuntabilitasnya dapat menimbulkan spekulasi negatif,” imbuhnya.
Ia berharap penggunaan langsung dari perolehan PNBP yang dikelola oleh BBPJN Jawa Timur Bali agar menjadi perhatian instansi terkait, terutama Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
“Penggunaan langsung PNBP tanpa melalui mekanisme APBN akan mengakibatkan pengelolaan keuangan negara tidak akuntabel dan mencerminkan tata kelola BMN yang tidak tertib administrasi dan penatausahaan,” tutupnya.(Min)