Indramayu | mediaantikorupsi.com – Tanah bengkok merupakan salah satu bentuk hak komunal masyarakat adat desa, yaitu masyarakat hukum adat yang terbentuk secara teritorial. Hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain dapat digunakan untuk tambahan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa selain penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa, pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain diatur dengan peraturan bupati/walikota masing-masing daerah, kamis (19/12/2024).
Namun tidak bagi Kades Candangpingan Kecamatan Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ia diduga abaikan letak geografis wilayah dalam melaksanakan pembangunan saluran irigasi. Dampak dari pembangunan tersebut, kini menjadi polemik antar desa yang memiliki hak mutlak atas kewilayahan. Diketahui bahwa desa yang menjadi korban kepentingan proyek ulah oknum Kades yakni diantaranya Desa Jengkok dan Gedangan serta Tersana.
Kepala Desa Jengkok, Rawidi mengungkapkan, pihaknya meminta agar kondisi tanah dikembalikan seperti semula,” Intinya pihak Pemdes Jengkok meminta agar fungsi dikembalikan seperti awal dengan menghadirkan kembali alat berat, ” ujarnya, pada Rabu ( 18/12/2024) kepada awakmedia di kantor desa Candangpinggan.
Sikap tegas ini muncul lantaran pihak Pemdes Jengkok tidak ingin adanya persoalan dikemudian hari baik secara hukum maupun dengan masyarakat desa. Selain itu juga kades Candangpingan telah sembrono melaksanakan pembangunan tanpa adannya koordinasi.
“Kami taunya juga adanya pengaduan masyarakat, kalau dari pak kuwu Candangpingannya belum ada koordinasi, ” jelasnya.
Diketahui bahwa untuk luasan untuk tanah desa jengkok yang disrobot oleh pihak Pemdes Candangpingan sekitar 350 meter persegi. Belum terhitung juga luasan tanah mutlak milik desa Gedangan dan Terusan.
Usut punya usut, Kades Candangpinggan mengundang 3 Kepala Desa itu disaksikan oleh pihak Kecamatan Sukagumiwang serta pengamat perairan dengan maksud untuk lobi-lobi agar polemik ini tidak mencuat dipublik.
Dalam pertemuannya Kades Candangpingan, Tariya mengungkapkan, pembangunan tersebut dilakukan karena adanya desakan dari masyarakat agar adanya saluran perairan untuk sawah warga. ” Pertama kami memohon maaf karena pembangunan dilakukan tanpa adanya koordinasi. Namun proyek ini semata-mata karena adanya permintaan dari masyarakat, ” ujarnya.
Namun, berbeda dengan pihak Pemdes Jengkok yang tegas menolak pembangunan tersebut, Jaelani Kuwu Desa Gedangan justru memberikan solusi berjalannya pembangunan harus disertai tanda batas wilayah (patok).
” Untuk tanah kami yang terkena pembangunan, pak kuwu Candangpingan harus memasang patok (tanda batas) tepat posisi berada di lokasi saluran” ungkapnya.
Sekedar mengingat, bahwa pertemuan tersebut hanya ada kesepakatan secara lisan tanpa adanya berita acara yang tertuang sehingga bisa dikatakan merupakan tidak secara resmi.
Lebih lanjut bahwa, adanya dorongan dari sejumlah aktivis serta tokoh masyarakat Desa Jengkok yang meminta bahwa Aparatur Penegak Hukum baik dari Kejaksaan serta inspektorat agar melakukan penindakan secara tegas atas perbuatan yang diduga dilakukan oleh oknum Kades Candangpingan.
Selain itu, kades candangpinggan juga dapat di jerat dengan langkah hukum pidana dan perdata. Untuk pidana, dugaan penyerobotan tanah dalam KUHP atau Perppu 51/1960. Sementara untuk perdata, dapat mengajukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum.(Qdr/Tim)