Depok | mediaantikorupsi.com – Penutupan akses jalan menuju Setu Tujuh Muara yang terletak di Kecamatan Sawangan, Kota Depok, menjadi sorotan publik, pasalnya jalan akses menuju setu yang berada di dalam kawasan perumahan Shila ditutup oleh pihak pengembang, sehingga masyarakat yang berada di sekitar kawasan perumahan Shila tidak dapat mengakses jalan tersebut.
Setu Tujuh Muara yang dikenal sebagai salah satu aset ekowisata lokal, seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas serta memiliki akses dari segala penjuru, sehingga dapat meningkatkan potensi ekowisata serta meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat dalam menyediakan ruang publik yang murah dan terjangkau.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua II Bidang Hukum dan Perundang-Undangan DPD Forkabi Kota Depok, Guntur Saputra menyatakan bahwa penutupan ini tidak hanya merugikan masyarakat secara sosial, tetapi juga merupakan bentuk pelanggaran hukum.
“Setu adalah fasilitas publik. Tidak boleh ada pihak swasta, siapapun itu, yang seenaknya menutup akses ke ruang publik tanpa dasar hukum yang jelas,” tegas Guntur, (Jumaat 09/05/25).
Menurut Guntur, tindakan pengembang perumahan yang menutup akses menuju setu tersebut bertentangan dengan sejumlah regulasi, terutama yang menyangkut tata ruang kota dan hak publik atas lingkungan.
Pentingnya Ruang Publik untuk Masyarakat
Setu, atau danau kecil, bukan sekadar genangan air. Dalam konteks urban, setu berfungsi sebagai penyangga ekosistem, sumber resapan air, dan yang tak kalah penting: sebagai ruang rekreasi alami. Bagi warga sekitar, Setu Tujuh Muara adalah tempat melepas penat, bercengkrama, hingga berolahraga ringan.
Menutup akses menuju setu berarti mencabut hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat dan ruang sosial yang inklusif. Ini bukan semata soal kepemilikan lahan, melainkan hak kolektif yang dijamin oleh konstitusi.
Merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, penguasaan atau penutupan akses terhadap fasilitas umum tanpa izin resmi dari pemerintah berpotensi mendapatkan sanksi. Guntur menekankan bahwa sanksi bisa berupa pembatalan izin pengembang, denda administratif, hingga tindakan pidana jika ditemukan unsur kesengajaan dan merugikan publik secara luas.
“Tidak ada satupun pihak, baik itu pengembang ataupun pihak swasta lainnya, yang kebal hukum, pemerintah wajib hadir dan melakukan penegakan hukum”, ujar Guntur
Hingga saat ini, Pemerintah Kota Depok belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penutupan jalan tersebut. Warga dan berbagai komunitas sipil berharap adanya langkah cepat, termasuk investigasi dan pembukaan kembali akses ke Setu Tujuh Muara.
Keberadaan fasilitas publik tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan bisnis semata. Pemerintah memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan hak publik.
Langkah Hukum dan Advokasi
Saat ini Forkabi bersama Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Setu Tujuh Muara tengah mempersiapkan langkah hukum. Selain melaporkan kasus ini ke Ombudsman RI dan Kementerian ATR/BPN, mereka juga berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bila pemerintah tak segera bertindak.
“Jika ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola ruang publik di Depok dan kota-kota lainnya,” tambah Guntur. (Ndi)