Banten | mediaantikorupsi.com – Pemilu adalah semacam pilar demokrasi, bukan? Pemilu menentukan arah yang akan diambil suatu negara. Di Indonesia, pemilu berlangsung secara teratur, tetapi tampaknya tingkat partisipasi politik kaum muda tidak sebesar yang diharapkan. Hal ini cukup mengejutkan, mengingat mereka memiliki potensi besar untuk mendorong perubahan sosial dan politik yang signifikan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan strategi nasional yang lebih baik, yang benar-benar berfokus pada pemberdayaan kaum muda dan meningkatkan partisipasi politik mereka.
Salah satu tantangan utama yang sering muncul terkait partisipasi kaum muda adalah minimnya pemahaman mereka tentang pentingnya pemilu. Sistem pendidikan tampaknya kurang menekankan betapa berdampaknya pemilu terhadap kehidupan. Selain itu, banyak kaum muda merasa bahwa suara mereka tidak berarti dalam skema besar. Hal ini sangat menyedihkan. Saya ingat, saat SMA pada tahun 2021, Saya pernah kedatangan seorang mahasiswa dari Perguruan Tinggi. Ia sangat bersemangat mendorong kami untuk terlibat dalam politik. Ia bercerita tentang gerakan Reformasi 1998 di Indonesia, yang membawa perubahan besar setelah bertahun-tahun pemerintahan represif. Kaum muda saat itu adalah pemain kunci dalam gerakan tersebut, yang sangat menginspirasi. Namun, sekarang, sepertinya banyak anak muda yang tidak peduli atau mungkin tidak melihat manfaatnya.
Ada sebuah buku berjudul The Young and the Restless yang membahas kekuatan yang dimiliki kaum muda. Penulisnya menyoroti bagaimana kaum muda dapat mendobrak sistem dan mendorong perubahan, tetapi hanya jika mereka menyadari kekuatan yang mereka miliki. Selain itu, dengan begitu banyaknya informasi yang salah beredar, kaum muda menghadapi tantangan tambahan yang membuat mereka sulit terlibat dalam politik.
Pemerintah dan partai politik benar-benar perlu memanfaatkan platform digital untuk mendekatkan politik kepada masyarakat. Melalui media sosial, podcast, webinar, dan aplikasi berbasis teknologi, informasi tentang pemilu dan kandidat dapat disampaikan dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami. Kampanye digital yang interaktif dan kreatif dapat merangsang minat kaum muda. Penting untuk melibatkan mereka secara aktif dalam proses politik. Pada tahun 2020, selama pandemi COVID-19, segalanya berubah. Banyak orang yang lebih sering menggunakan ponsel mereka. Saya ingat pernah melihat kampanye TikTok yang lucu tentang seorang kandidat lokal. Kandidat itu tidak hanya berbicara politik, tetapi juga menari. Kampanye itu berhasil menjangkau banyak pemilih muda.
Ketika membahas partisipasi pemuda dalam politik, penting untuk memberi mereka kesempatan nyata untuk menyuarakan pendapat mereka. Misalnya, di negara-negara seperti Swedia dan Australia, usia pemilih diturunkan, membuka peluang bagi kaum muda untuk berkontribusi lebih awal. Bahkan ada gerakan yang mendorong calon muda mencalonkan diri pada usia lebih dini. Selain itu, platform diskusi antara pemilih muda dan calon legislatif mulai bermunculan.
Namun, partai politik sering melihat kaum muda sebagai sekadar pemilih masa depan, bukan sebagai kekuatan penting saat ini. Mereka perlu mendengarkan apa yang anak muda katakan dan memahami kebutuhan serta keinginan mereka. Selain itu, program-program yang relevan seperti pengembangan karier, pendidikan, dan lapangan pekerjaan perlu dirancang untuk menarik minat mereka.
Pemilu presiden Indonesia tahun 2019 adalah salah satu contoh di mana partisipasi pemuda menjadi topik hangat. Ada sekitar 30 juta pemilih berusia 17 hingga 24 tahun, tetapi banyak dari mereka merasa diabaikan oleh kandidat. Ini membingungkan, mengingat suara kaum muda bisa mengubah arah politik. Oleh karena itu, diperlukan strategi nasional yang mencakup pendidikan politik, teknologi, dan kebijakan inklusif. Pendekatan ini harus responsif terhadap apa yang sebenarnya diinginkan.
Nama : Jasika
Nim. : 241090200365
Kls. : 01HKSM002
MK : PPKn
Dosen : suci Kusuma Wardani.SH.MH