Depok | mediaantikorupsi.com – Sidang Pemeriksaan setempat (PS) terkait gugatan perkara nomor 71/Pdt.G/2023/PN.Dpk digelar pada Jumat (12/5/2023) pagi. Lokasi perkara Bertempat di Blok Tengki RT01/10, Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok.
Gugatan tersebut diajukan oleh warga Blok Tengki sebagai Penggugat melawan Yuyun Purwana yang menjabat sebagai Lurah, sebagai Tergugat.
Peninjauan Setempat bertujuan untuk menambah keyakinan Hakim terhadap kejelasan objek perkara yang berupa tanah atau barang tidak bergerak, sebelum nantinya Hakim akan memberikan putusan dalam Perkara tersebut.
Salah seorang pemohon gugatan, Suryadi mengatakan, bahwa pihaknya berinisiatif untuk melegalkan status kepemilikan tanah sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku yakni sertifikat hak milik (SHM).
Akan tetapi, di dalam perjalanan dia beserta sejumlah warga merasa dirugikan oleh sikap Lurah Meruyung, Kecamatan Limo yang tidak ingin menandatangani berkas. Dengan begitu proses pembuatan SHM menjadi terhambat.
“Saya dari 1978 sudah tinggal di sini, orang tua beli 1977, mulai dari 1978, banyak orang menyebutkan bahwa lokasi merupakan tanah garapan. Baru belakang ini saya tahu bahwa tanah ini bukan tanah garapan, tapi tanah girik,” paparnya saat ditemui, Jumat (12/5/2023) kemarin.
Belum lama ini, kata Suryadi, pemilik tanah tersebut muncul bernama Hasan Basri. Lalu, ia menawarkan status kepemilikan tanah kepada setiap penggarap agar menjadi SHM.
“Beliau menawarkan kepada kita untuk membuat sertifikat dengan girik saya dengan biaya sekian. Saya dan teman-teman yang lain sebagai pionir, kita buktikan kita membuat sertifikat girik dengan pak Hasan. Tapi untuk membuktikan itu ternyata prosesnya banyak, mulai dari RW, sampai RT yang mulai mengikuti RW,” terangnya.
Berjalannya waktu, warga di Blok Tengki merasa dirugikan dengan sikap Lurah tersebut. Kemudian warga bersepakat untuk melakukan gugatan.
“Namun tetap saja Lurah tidak ingin tanda tangan, karena itulah kita gugat Lurah atas pelayannya. Tentang bukti-bukti kepemilikan kita, kita sudah sampaikan ke Lurah. Ini bukti kepemilikan kita, ini giriknya, ini nomernya, ada semua,” katanya.
Hasan Basri Asni pemilik lahan menceritakan, lahan sekitar 37 hektar itu dibeli ayahnya pada Tahun 1963. Selanjutnya, tanah itu diberi kuasa kepada Muhammad Tamin yang mengatasnamakan sembilan orang. Diantaranya, Jawahir, Asni, Khaerudin, Mukti Permana, Budiarto dan Sayuti.
“Kronologisnya, Bapak saya membeli tanah pada Tahun 1963. Diberi kuasa ke Muhamad Tamin yang mengatasnamakan sembilan orang termasuk Pak Jawahir dengan luas tanah sekitar 37 hektar,” ujar Hasan Basri Asni.
Pria paruh baya itu menjelaskan, sekitar 17 hektar lahan miliknya telah dibangun Pacuan Kuda dan Lemigas. Bahkan, pihak tersebut sudah memiliki SHM ketika pihaknya menanyakan.
Lebih parahnya, sertifikat tersebut beralamat di Kelurahan Grogol, padahal, lokasi tanah tersebut berada di Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo.
“Saya sudah datang ke Lemigas, saya lihat sertifikatnya ada. Pacuan Kuda juga sudah ada. Saya bilang dasarnya apa, kita setiap tahun bayar pajak,” jelasnya.
Masih kata dia, tanahnya secara sah diakui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bogor. Mengingat, saat tanah tersebut dibeli, Kota Depok masih bergabung dengan Kabupaten Bogor.
“BPN Bogor menerangkan bahwa tanah tersebut milik Haji Asni seluas 37 hektar, tercatat dan terdaftar,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu juga, Hasan mewakapkan sebagian tanah yang telah berdiri Masjid Al-Mizziu. Ia merasa rela kalau sebagian lahan tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk beribadah.
“Mengenai pewakapan saya rela dan rido,” katanya.
Sementara itu ditempat terpisah, Koordinator wakaf hibah Tanah Sengketa Meruyung sekaligus ahli hukum perselisihan pertanahan, Endit Kuncahyono menerangkan, PS atau Pemeriksaan Setempat yang dilakukan oleh PN Depok tersebut sangat menarik dan sangat diharapkan warga pencari keadilan Agraria di wilayah Meruyung. Apalagi kawasan ini disebut-sebut sebagai Hot Spot Tanah Sengketa di wilayah Depok.
“Majelis Hakim yang datang bisa melihat terangnya fakta terkait gugatan delik Pelayanan Pertanahan yang bersinggungan langsung dengan delik Pidana Administrasi,” ujar Endit.
Sebab, katanya, pengakuan pelepasan hak kepada warga semula Penghuni Tanpa Hak (PTH) dengan hadirnya Pemilik Tanah yakni Hasan Basri dan Djawahir yang namanya terdaftar di Buku C Desa Meruyung membenarkan atau menjustified keabsahan bukti perolehan hibah tanah kepada para pemohon atau yang menggugat Lurah Meruyung.
Pasalnya, Lurah Meruyung dianggap secara sadar menghalangi itikad baik para warga penghuni tanpa hak (PTH) memulihkan hak-hak perdata pribadi mereka sekaligus kepada pemulihan pengakuan hak kepada pemilik tanah sebenarnya.
“Negara lewat pemerintah daerah Depok atau Walikota dan Lurah dan BPN Depok harus mendukung dan memfasilitasi program wakaf hibah tanah sengketa ini dan juga bagian dari program reforma agraria pemerintah,” pungkasnya.(Ndi)