Banten | mediaantikorupsi.com – Ada – ada saja otak culas para oknum pengelola sekolah yang mencoreng dunia pendidikan dengan melanggengkan praktik-praktik pungutan liar (pungli).
Di momen tahun ajaran baru saat penerimaan murid baru 2025/2026 ini, sejumlah sekolah dilaporkan menerapkan kebijakan yang penuh siasat untuk bisa menarik keuntungan dari berbisnis dengan para siswanya.
Salah satunya terjadi di SMAN 3 Cilegon yang membebankan biaya kepada calon muridnya dalam proses daftar ulang Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026, praktik pungli dikemas dalam bentuk tes narkoba untuk para siswa baru, konon, bisnis ilegal menggiurkan ini jadi tradisi, dan telah ada sejak beberapa tahun silam, tes narkoba ini diketahui bekerjasama dengan salah satu klinik di Kota Cilegon yang menjadi mitra tetapnya setiap tahun.
Namun ternyata, praktik pungli tidak hanya terjadi di SMAN 3 Cilegon, tetapi banyak sekolah dilaporkan juga melakukan praktik serupa.
Sumber menagatakan, SMAN 4 Cilegon dan SMKN 7 Kota Serang, menerapkan kewajiban kepada siswa baru untuk membeli seragam di koperasi sekolah dengan harga total sekitar Rp 2 Jutaan.
Bahkan yang juga jadi sorotan adalah skandal di SMAN 4 Kota Serang, yang mengemas punglinya dengan menjual LKS dan Buku Panduan Ramadhan.
SMAN 4 Kota Serang juga menerapkan One Day One Thousand (ODOT), yakni iuran wajib bagi siswanya yang dikelola oleh guru selama bertahun-tahun.
Menanggapi ini, Ombudsman Banten menegaskan soal kewajiban tes narkoba berbayar dan pembelian seragam masuk pada kategori pungli di sekolah.
“Iyalah, itu masuk pungli, intinya gak boleh iuran wajib, tidak boleh!” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi, saat dihubungi, Sabtu (12/7/2025).
Untuk tes narkoba berbayar, Fadli mempertanyakan dasar aturan mengenai diperbolehkannya pungutan wajib ini.
“Tidak boleh, dasarnya apa coba tes anti narkoba itu, apalagi lagi harus berbayar kan,” tegasnya.
Demikian dengan seragam yang dipaksakan kepada siswa untuk membelinya dengan harga yang di atas pasaran.
Institusi sekolah, kata Fadli, seharusnya berfokus pada melayani pendidikan, bukan malah berbisnis.
“Sama juga dengan seragam, sekolah tak boleh membisniskannya. Untuk putih abu-abu atau seragam Pramuka, bebaskan saja para siswa beli dimana, tak boleh dipaksa membeli di koperasi sekolah,” jelas Fadli.
“Kalaupun mau dikelola sama koperasi sekolah, itu tidak boleh wajib. Artinya mereka boleh beli di dalam dan di luar sekolah,” sambungnya.
Selain tidak ada dasar aturannya, Fadli mengungkapkan bahwa tak semua orang tua siswa memiliki latar belakang dan kemampuan ekonomi yang mumpuni.
“Kalau dari Kementerian sudah tegas yah tak boleh ada iuran wajib, yang boleh sumbangan dan itu bukan dikelola oleh sekolah (guru) tapi Komite. Lantas bagaimana bagi mereka tak mampu kalau dipaksakan,” jelasnya lagi.
Fadli mengaku dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, untuk membahas terkait menjamurnya praktik-praktik pungli di sekolah ini.
“Nanti kita akan coba komunikasi ke Dindik. Ini harus jadi perhatian. Di beberapa Pemda bahkan sudah ada yang memberikan peraturan melalui surat edaran kepada sekolah-sekolah,” tandas Fadli.(Aditia/Red)