Indramayu | mediaantikorupsi.com – Sidang gugatan perkara sengketa lahan di Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu, resmi mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Indramayu, Jalan Jenderal Sudirman No. 183, Rabu (16/07/2025). Perkara ini menyita perhatian publik karena menggambarkan potret memilukan dari konflik keluarga yang menyeret anak yatim ke meja hijau.
Gugatan tersebut dilayangkan oleh Kadi dan Narti, pasangan suami-istri yang merupakan kakek dan nenek kandung dari Zaki (12) dan Heryatno (20), terhadap cucu mereka sendiri beserta ibu kandungnya, Rastiah. Ketiganya didampingi oleh kuasa hukum tergugat pengacara muda Yopi, SH dan partner sedangkan pihak penggugat didampingi kuasa hukum dari LBH Darma Bakti, H. Saprudin, SH dan partner.
Yang mengundang empati, Zaki, si bungsu yang baru menginjak usia 12 tahun masih duduk di sekolah dasar, bahkan hadir di ruang sidang masih mengenakan seragam sekolah. Ia dan kakaknya kini tengah mempertahankan satu-satunya rumah tempat tinggal mereka, yang selama ini menjadi tempat berteduh dan bangunan almarhum ayah mereka.
Sanusi keponakan Kadi dan Narti saat di wawancara media di luar ruang sidang
Setelah persidangan, Sanusi (51), salah satu kerabat dari pihak penggugat, menyampaikan bahwa keluarga Kadi-Narti tetap menginginkan lahan tersebut untuk dikosongkan oleh Rastiah dan Heryatno. Ia menyebut bahwa lahan yang ditempati tersebut bukanlah tanah hak milik Rastiah, lahan ada di wilayah bantaran sungai Cimanuk yang disebut sebagai tanah PU.
“Rastiah itu kan mantan menantu, bukan bagian dari keluarga lagi. Heryatno juga sudah dewasa dan menikah, jadi tidak layak tinggal di situ,” ujar Canusi, di luar pengadilan, Rabu (16/07).
Namun ia mengungkapkan bahwa Zaki masih diperbolehkan menempati rumah itu karena masih anak dibawah umur dan bahkan, katanya, sang kakek-nenek berniat menyekolahkan Zaki hingga ke jenjang kuliah jika rezeki mencukupi.
Namun pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar, mengingat gugatan yang dilayangkan justru mempersulit kondisi psikologis Zaki dan sang kakak, yang sudah lebih dulu kehilangan sosok ayah.
Zaki dan Rastiah didampingi kuasa hukum dan Abah Sayidi saat di wawancarai media di pengadilan
Kuasa Hukum: Ini Anak Yatim, Bukan Pelanggar
Kuasa hukum dari pihak tergugat, Bang Yopi, menilai bahwa gugatan ini sangat tidak manusiawi dan dapat memengaruhi kondisi mental anak-anak, terutama Zaki yang masih sangat belia.
“Anak-anak ini sudah kehilangan ayah, masa harus kehilangan rumah juga? Lalu mereka mau tinggal di mana? Bagaimana masa depan mereka?” ujar Yopi dengan nada terbata-bata saat diwawancara usai persidangan.
Yopi juga menjelaskan bahwa pada saat proses mediasi meminta Zaki yang masih Anak keluar dari ruangan terlebih dahulu dengan alasan menghindari tekanan mental (takut kena penyakit M) yaitu mental.
“Mediasi belum ada titik temu tetapi ini soal keluarga, bukan hanya soal tanah,” tambahnya.
Konflik Keluarga Dibalut Klaim rumah dan Tanah
Abah Sayidi yang mengaku masih bagian dari keluarga besar Narti, ikut memberikan pernyataan. Ia menyebut dirinya dan istrinya merupakan saudara dari Ka Narti, meskipun yang bersangkutan kini menolak mengakui hubungan kekerabatan tersebut.
“Dalam pandangan Islam, saudara itu bukan hanya sebatas darah, tapi juga seiman. Kita semua ini saudara sesama muslim, apalagi satu keluarga besar,” tutur Abah Sayidi yang menolak narasi pemutusan hubungan keluarga hanya karena urusan lahan
Harapan Akan Keadilan
Kasus ini menjadi perhatian masyarakat luas karena mempertontonkan bagaimana sengketa keluarga, terutama soal rumah dan tanah, bisa berujung tragis jika tidak diselesaikan dengan hati nurani. Banyak pihak berharap agar majelis hakim bisa menimbang tidak hanya aspek legal formal, tetapi juga nilai kemanusiaan dan masa depan anak-anak yang sedang berjuang membangun hidup tanpa kehadiran sosok ayah.(Qdr/Tim)