Surabaya | mediaantikorupsi.com – Dampak dari pengelolaan dan pengolahan limbah dari industri kertas kembali dikeluhkan warga. Kali ini, dampak buruk pengelolaan limbah dari salah satu industri kertas yang berada kawasan Wiringinanom, menimpa warga RT 07/RW04 Desa Sumengko, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, dari 10 RT di RW setempat, telah terdampak oleh polusi debu dan bau udara yang menyengat dan diduga bersumber dari pengelolaan limbah pabrik kertas, PT Adiprima Suraprinta.
Sampai saat ini, gejolak warga yang resah oleh polutan pencemar itu, kabarnya masih belum menemukan titik terang penyelesaian. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa pertemuan tersebut difasilitasi oleh Pemerintah Desa Sumengko itu berakhir deadlock.
Sementara, Kepala Desa Sumengko, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik, Subambang, hingga berita ini ditayangkan, belum berhasil dikonfirmasi terkait konflik sosial yang terjadi antara sejumlah warga dengan pihak PT Adiprima Suraprinta.
Sedangkan Corporate Legal and Public Relation PT Adiprima Suraprinta, Bagus Seto H, melalui pesan elektronik mengatakan bahwa pihaknya masih belum bisa ditemui.
Namun, Bagus berjanji akan menghubungi media ini untuk memberikan konfirmasi dan klarifikasi terkait isu pengelolaan limbah pabrik kertas tersebut.
“Saya masih di LH, besok tak kabarin ya,” keterangan tertulis Bagus melalui pesan elektronik, Selasa (31/05/2022).
Sementara itu, Kepala Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, Ainul Huri, di ruang kerjanya, Senin (28/05/2022), mengatakan bahwa fungsi pengawasan terus dilaksanakan pihaknya.
“Pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Peraturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Ada banyak perubahan dalam peraturan yang baru ini, seperti peralihan kewenangan, sehingga dalam penerapannya diperlukan upaya koordinasi, baik dengan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun Pusat,” kata Ainul.
Selanjutnya Ainul menjelaskan, pasca Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja diundangkan, proses migrasi kewenangan masih berlangsung hingga saat ini. Dan selama proses itu berjalan terdapat masa transisi.
Tetapi kondisi ini, diakui Ainul, tidak serta merta menjadi kendala kinerja pengawasan dan penegakan hukum lingkungan.
“Hanya saja diperlukan langkah-langkah yang bersifat koordinasi dengan yang menerbitkan dokumen perizinan,” bebernya.
Menurut Ainul, seiring diberlakukannya peraturan tersebut, banyak kewenangan perizinan yang dulu menjadi kewenangan Provinsi kini beralih ke Pemerintah Pusat. Begitu juga dengan beberapa kewenangan Kabupaten/Kota kemudian sekarang dilimpahkan menjadi kewenangan Provinsi.
Terkait pengawasan dan penegakan hukum terhadap dugaan penyimpangan pengelolaan dan pengolahan limbah industri kertas di Kabupaten Gresik, Ainul mengaku akan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat.
“Hal ini disebabkan sampai dengan saat ini, proses migrasi kewenangan perizinannya masih belum selesai, sehingga untuk pengawasan dan penegakan hukum lingkungan hidup nanti kita akan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik,” imbuhnya.
Namun begitu, Ainul menegaskan bahwa pihaknya akan segera menurunkan tim ke lapangan dan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Kabupaten Gresik. Tujuannya untuk memastikan apakah pengelolaan dan pengolahan limbah dari industri kertas dan industri lainnya, sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ditemui terpisah, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, Sri Subaidah mengaku bahwa pihaknya telah dihubungi oleh DLH Provinsi Jatim.
“Untuk inspeksi lapangan kami menunggu informasi lebih lanjut dari teman-teman DLH Provinsi Jatim,” ujar Sri, Senin (30/05/2022).
Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya tidak main-main dalam melaksanakan tugas-tugas pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sesuai kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
“Berbagai pengaduan atau informasi dari masyarakat terkait lingkungan hidup selalu kami tangani,” kata Sri sambil menunjukkan beberapa berkas tindak lanjut pengaduan masyarakat yang ditangani pihaknya di atas meja kerjanya.
Di sisi lain, sejumlah penggiat lingkungan hidup mengingatkan agar fungsi pengawasan dan identifikasi sumber-sumber pencemar yang diakibatkan oleh pengelolaan dan pengolahan limbah dari industri kertas agar dilaksanakan sebaik mungkin.
“Limbah yang akan dibuang ke lingkungan, atau yang masih dalam proses pengolahan, harus diawasi ketat sehingga benar-benar memenuhi baku mutunya,” kata Ketua Jaringan Masyarakat Mandiri, Mohamad Isnaeni melalui pesan elektronik, Rabu (01/06/2022).
Isnaeni beralasan, penyimpangan pengelolaan atau pengolahan limbah industri kertas cukup potensial terjadi. Ini karena biaya yang dibutuhkan terbilang relatif tinggi. Maka itu, upaya pelaku industri kertas untuk menekan biaya pengelolaan limbah merupakan hal yang lazim dilakukan.
“Karena cost pengelolaan dan pengolahan limbah, terutama industri kertas memang mahal sehingga ini akan mendorong upaya perusahaan untuk melakukan efisiensi pembiayaan. Dan caranya bisa bermacam-macam,” tandasnya.
Menurutnya, untuk meminimasi limbah dan dampaknya terhadap lingkungan itu bertumpu pada kinerja fungsi pengawasan dan penegakan hukum pemerintah dari semua tingkatan.
Ia yakin, dengan kinerja pengawasan yang berkualitas, itu bisa menekan, dan bahkan meniadakan praktik-praktik menyimpang dalam pengelolaan dan pengolahan limbah industri kertas.
Berdasarkan sejumlah kajian, industri kertas dan pulp selama ini dinilai memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi kertas, baik limbah cair maupun limbah padat (sludge) memerlukan perlakuan yang sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Selain itu, pada tahapan proses produksi kertas juga melepaskan nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan karbon dioksida. Seperti diketahui, nitrogen dan sulfur dioksida adalah kontributor utama terjadinya hujan asam. Sedangkan karbon dioksida yang ditimbulkan merupakan penyebab terjadinya gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim.
Produksi kertas dan pulp juga yang membutuhkan banyak air. Kondisi ini bisa memicu terjadinya krisis air tawar. Berbagai penelitian yang dilakukan LSM bidang lingkungan menyebutkan bahwa untuk menghasilkan satu lembar kertas ukuran A4, setidaknya dibutuhkan 10 liter air.(Muhaimin)