Depok | mediaantikorupsi.com – Memasuki bulan September 2024, Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok melalui kebijakan Keadilan Restoratif telah menghentikan penuntutan terhadap tiga perkara pidana. Ketiga perkara tersebut meliputi kasus pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP, penganiayaan sesuai Pasal 351 KUHP, dan pengrusakan berdasarkan Pasal 406 KUHP.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok, M. Arief Ubaidillah, menyampaikan bahwa proses penghentian penuntutan ini dilakukan dengan sangat ketat, sesuai keputusan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. “Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif harus melalui mekanisme yang sangat hati-hati dan terukur, karena tujuannya adalah untuk menjaga kebijakan ini agar tetap relevan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kepentingan masyarakat,” ungkap Arief.
Selain itu, terkait penanganan tindak pidana perlindungan anak, Arief menjelaskan bahwa hingga September 2024, penyidik kepolisian telah mengirimkan 54 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Negeri Depok. Dari jumlah tersebut, 34 berkas perkara telah diterima oleh Kejaksaan, dengan 28 berkas yang dinyatakan lengkap (P-21) dan siap untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan pada tahun 2024.
Saat ditanya oleh awak media mengenai kemungkinan penerapan keadilan restoratif pada kasus tindak pidana asusila terhadap anak, Arief dengan tegas menyatakan bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan. “Tidak ada restoratif justice untuk kasus tindak pidana asusila terhadap anak. Kasus seperti ini tidak memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif,” ujarnya.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok menegaskan bahwa mekanisme *restoratif justice* tidak berlaku untuk kasus tindak pidana asusila terhadap anak. Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok, M. Arief Ubaidillah, menjelaskan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif hanya diterapkan pada kasus-kasus tertentu yang memenuhi syarat sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020. Namun, kasus asusila terhadap anak tidak termasuk di dalamnya.
“Kasus tindak pidana asusila terhadap anak tidak bisa diselesaikan melalui restoratif justice. Ini adalah tindak pidana berat yang harus dituntut dengan tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Perlindungan terhadap anak sebagai aset penerus bangsa merupakan prioritas utama kami,” ujar Arief. (Rabu 25/9/2024)
Sejalan dengan komitmen tersebut, Kejari Depok telah menuntut beberapa kasus tindak pidana asusila terhadap anak dengan hukuman maksimal. Beberapa kasus melibatkan tokoh masyarakat maupun tokoh agama yang justru seharusnya menjadi panutan. “Pelaku dari kalangan tokoh masyarakat atau tokoh agama yang terbukti melakukan tindak pidana asusila terhadap anak telah kami tuntut dengan hukuman maksimal. Ini adalah bukti nyata bahwa negara hadir untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, terutama asusila,” tambahnya.
Kejaksaan Negeri Depok menegaskan bahwa upaya penegakan hukum yang tegas ini merupakan wujud nyata dari perlindungan negara terhadap anak, yang merupakan aset penerus bangsa. Kejari Depok juga terus bekerja sama dengan pihak terkait untuk memastikan bahwa setiap pelaku kejahatan terhadap anak, terutama yang berkaitan dengan kekerasan seksual, mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai peraturan perundang-undangan. (Ndi)