Gresik | mediaantikorupsi.com – Pekerjaan pemasangan pipa distribusi dan pipa sambungan rumah (SR) air minum yang berasal dari saluran pipa transmisi milik PDAM Giri Tirta, seluruh stake holder yang terlibat mengaku tidak bertanggungjawab.
Klaim tersebut, salah satunya dibeberkan oleh ketua panitia pelaksana kegiatan pemasangan pipa air minum desa setempat, Suto.
“Seluruh proses rangkaian pekerjaan pemasangan pipa itu bukan tanggungjawab panitia kegiatan, sebab telah menunjuk pihak tertentu yang melaksanakan pekerjaan,” kata Suto lewat sambungan selular, Kamis (14/04/2022).
Suto bahkan mengaku tidak tahu terkait detil kegiatan tersebut. Termasuk apakah pekerjaan plumbing itu sudah dilengkapi dengan desain rencana dan rencana anggaran biaya (RAB) yang sebelumnya sudah diverifikasi dan divalidasi oleh instansi berwenang atau lembaga yang kompeten.
Meskipun begitu, menurut Suto, panitia pembangunan prasarana air minum itu dibentuk dan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa Karangan Kidul.
“SK-nya masih dipegang oleh bendahara,” dalih Suto saat dikonfirmasi tanggal penerbitan dan nomor SK tersebut.
Panitia pembangunan hanya menampung dana yang dihimpun secara swadaya masyarakat yang menjadi pelanggan sebesar Rp 4,2 juta.
Dana tersebut kemudian diserahkan kepada Maryono, salah satu karyawan pada bagian distribusi PDAM Giri Tirta yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan plumbing air minum Desa Karangan Kidul.
Sementara, Kepala Desa Karangan Kidul, Sadi Purwanto, saat dikonfirmasi di kediamannya tidak menjelaskan apakah dana swadaya masyarakat untuk pekerjaan sistem perpipaan air minum tersebut tercatat dalam APBDes.
Bahkan, pengenaan biaya sebesar Rp 4,2 juta per sambungan rumah itu diputuskan dalam urun rembuk desa. Ia juga tidak tahu terkait perhitungan biaya yang harus ditanggung oleh tiap pelanggan itu ditetapkan berdasarkan perhitungan analisa harga, desain rencana dan RAB yang telah divalidasi atau tidak.
“Perhitungan biaya dan desainnya hanya berdasarkan perhitungan yang disampaikan oleh Maryono, pihak yang mengerjakan pipanisasi,” kata Sadi.
Begitu juga dengan pembentukan panitia pembangunan desa, Sadi Purwanto pun tidak tahu, apakah itu telah dikukuhkan dengan SK Kepala Desa atau tidak. “Nanti saya tanyakan Carik (red: Sekretaris Desa) dulu,” elak Sadi saat ditemui di kediamannya.
Sejumlah pihak menilai seharusnya pembentukan panitia pembangunan dan pemungutan dana masyarakat itu dibuatkan payung hukum yang jelas sesuai ddngan regulasi yang berlaku di desa tersebut.
Apabila dana swadaya itu bersifat non budgeter dan tidak tercatat dalam APBDes, atau tidak tercatat sebagai keuangan desa yang dipisahkan, penggunaanya rawan disimpangkan karena dikelola tanpa fungsi pengawasan lembaga-lembaga yang menjadi mitra Pemerintah Desa Karangan Kidul.
Hal ini dikemukakan oleh peneliti Surabaya Institute Governance Studies, Raden Ibnu Alwahidi.
“Semua aspek yang berkaitan dengan pemerintahan desa ada aturan yang jelas dan mengikat, baik yang menyangkut aspek keuangan, pembangunan dan kemasyarskatan,” terang Ibnu melalui pesan elektronik Whatsapp, Sabtu (16/04/2022).
Ia meragukan pengelolaan pembangunan desa akan bersih dari hal-hal yang koruptif apabila transparansi dan kepatuhan untuk menjalankan prinsip, norma dan azas regulasi, tidak dilaksanakan dengan baik.
Sementara itu, Maryono yang ditemui terpisah menjelaskan bahwa ia hanya membantu mewujudkan harapan warga desa Karangan Kidul untuk mendapatkan layanan air minum dan air bersih dari PDAM Giri Tirta.
“Kewenangan PDAM hanya sampai radius 300 meter dari titik pipa distribusi yang ada di pinggir jalan,” ujarnya.
Selanjutnya Maryono menerangkan untuk menghitung kebutuhan jaringan sistem perpipaan (plumbing) air minum ia memanfaatkan google map.
“Memang untuk perencanaan pihak desa minta tolong dan sempat dikasih perencanaan itu,” imbuhnya.
Namun begitu, perhitungan biaya itu dibuat sesuai dengan jumlah peminat sebanyak 300 pelanggan, sebelum bertambah dan mencapai 600 orang dengan 430 orang yang sudah membayar.
“Akhirnya saya hanya mengantar panitia pembangunan desa ke pabrik pipa dan mereka yang belanja sendiri, saya hanya membantu pemasangannya,” ungkap Maryono.
Selanjutnya Maryono menguraikan jika ingin memenuhi kebutuhan biaya yang diperluksn maka ia menyarankan agar jumlah calon pelanggan ditambah. Alasannya, agar proyek swadaya pemasangan jaringan pipa air minum tersebut bisa terealisasi dengan baik.
Polemik kegiatan plumbing di Desa Karangan Kidul lantas mencuat ke permukaan. Ini diakibatkan oleh perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan tanpa desain rencana, perhitungan biaya dan studi kelayakan yang tidak terukur dan serampangan.
Akhirnya kegiatan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tereduksi oleh perilaku mengais untung oleh segelintir pihak. Mengesampingkan kepentingan masyarakat yang lebih luas.(Muhaimin/bersambung)